RSS

(cerpen) My Future Choice





My Future Choice



*Permulaan*
-Dio-
Pagi ini awan gelap menggelayut dilangit, menutupi semua akses matahari untuk menunjukkan sinarnya yang cerah. Kabut tipis bahkan menggantung diudara seperti sekumpulan awan yang turun kebawah.
Aku melirik  keluar dari balik jendela-jendela besar lorong sekolah yang berembun dan cuaca yang tiba-tiba suhunya menurun, Sama seperti kondisiku pagi ini, di pagi pertama semester awal sekolah ini dimulai.

 
Aku memejamkan mataku, pikiran itu mulai menghantamku kembali, aku mengingat kejadian malam itu, malam dimana semua hal yang ada pada diriku dileburkan pada titik terbawah hidupku. Aku memutuskan untuk menyerah, aku menyerah pada kenyataan yang bilang bahwa keluarga ku sudah berada diujung akhirnya. Aku tidak sanggup lagi, ingin rasanya ku menghilang saja.
Aku memutuskan pergi ke UKS sekolah mencoba tidur, setidaknya hal itu dapat mengurangi semua beban pikiranku. Dan aku tak perlu takut jika aku dianggap bolos karena bagaimanapun aku merubah sikapku, aku akan tetap di cap sebagai murid yang sudah dimasukkan kedalam black list sekolah. Aku sudah tidak peduli lagi dengan kehidupanku termasuk kehidupan sekolahku.
Saat ku mulai ingin tertidur lelap di UKS, tiba-tiba saja aku terbangun saat mendengar sebuah suara yang begitu asing ditelingaku, suara itu tengah melantunkan sebuah melodi yang indah, aku tahu dengan jelas itu bukan nyanyian dan aku cukup pintar untuk tahu bahwa suara itu tengah melantunkan sebuah ayat suci Al-Qur’an. Aku memberanikan diri untuk mengintip dengan membuka tirai yang menutupi 2 ruangan yang saling menyatu itu, Aku melihat seorang wanita yang tengah duduk sambil memegang Al-Qur’an, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Setetes air mata turun dari mataku. Lantunan ayat yang keluar dari bibirnya mempunyai dampak yang begitu besar bagiku. Aku terdiam, sekejap nafasku menjadi sesak seolah aku baru saja diceburkan kedalam sungai yang berarus deras hingga tidak ada celah yang mengizinkanku untuk menghirup oksigen. Dadaku menjerit seiring dengan kepalaku yang berdenyut seperti ingin pecah. Aku menunduk.
Ingatan-ingatan dikepalaku mulai berputar tidak tentu arah. Ribuan belati seperti menghujam tubuhku tanpa ampun. Tubuhku mengejang hingga rasanya setiap urat dipergelangan tanganku akan pecah.
`Apa yang terjadi padaku? Lalu sepersekian detik berikutnya damai memelukku, Rasanya seperti keajaiban aku bisa sedamai ini.
Tiba-tiba bel sekolah berbunyi nyaring, bersamaan dengan itu aku mendengar suara wanita itu berhenti. Aku mengintip lagi lewat celah tirai, wanita itu memasukkan Al-Qur’annya lalu dia mengambil ranselnya, tanpa berfikir panjang aku langsung pergi dari tempat itu dan mengurungkan niat awalku untuk melanjutkan tidurku di ruang UKS. 
***
Suatu keajaiban. Aku masuk ke kelas baruku sebelum guruku datang, seperti biasa aku selalu menjadi pusat perhatian semua orang dan aku benar-benar muak.
“Dio! Kau bisa duduk disini!” Aku mengalihkan pandangangku mencari suara itu. Aku menyeringai, pilihan yang bagus. Dia menawariku tempat duduk strategis yang dapat ku jadikan tempat tidur selama proses mengajar. Aku berjalan kearah tempat duduk baruku. Mata mata wanita yang tak asing lagi bagiku terus menatapku dengan senyum centil menjengkelkan, rasanya aku ingin mencungkil mata mereka. Aku sudah bosan menjadi bahan pandang mereka, yang hanya berisi kemunafikkan tak berarti. Memang, sejak aku masuk sekolah ini, entah kenapa aku menjadi bahan perhatian mereka, apa mungkin karena orang tuaku kaya, atau mungkin tampangku, yang jelas mungkin mereka pikir hidupku sempurna, tapi mereka tidak pernah tau apa-apa tentang hidupku. Aku benar-benar bosan dengan hidupku.
Pak guru pun datang dan membuat kami kecuali diriku memberikan salam untuknya. Tiba-tiba terdengar suara ketukkan pintu dan kemudian pintu itu terbuka. Aku terpaku ditempatku dan aku merasakan semua oksigen yang ada disekitarku menjadi hilang dalam sekejap. Wanita berhijab putih melangkah masuk, dia menghampiri pak guru dengan menunduk sopan.
“Maafkan saya, karena terlambat” Aku langsung mengeraskan rahangku, suara yang sama seperti yang kudengar tadi pagi. Aku tidak tahu perasaan apa ini, yang jelas aku bersyukur bisa menemukan pemilik suara tadi pagi. Wanita ini terlalu asing bagiku, aku tidak pernah melihatnya. Pak guru memaafkannya dan mempersilahkan dia duduk, dan ajaibnya adalah wanita itu duduk di sebelahku. Aku memandanginya ketika dia berjalan, mencoba melihat lebih jelas detail wajahnya, tapi tidak bisa. Wanita itu selalu menundukkan pandangannya.
“Namaku Dio, nama mu siapa?” aku mengerjap saat mulutku bekerja diluar kendali saat dia duduk disampingku, untuk pertama kalinya didalam eksistensiku aku merasakan rasa penasaran tentang nama seseorang. Seketika seluruh kelas menatapku, karena pertanyaan tiba-tiba yang keluar dari mulutku itu. Dia diam sesaat mendengar pertanyaanku,  tapi kemudian dia menoleh kearahku dengan pandangan menunduk. “A..Azizah, namaku Azizah” dan pertama kalinya pula aku melihat orang yang berbicara tanpa saling menatap satu sama lain. Tangannya bergetar setelah menjawab pertanyaanku, mungkin dia gugup karena sekarang dia menjadi pusat perhatian karenaku.
Sial. Pak guru tengah membagi kelompok yang beranggotakan 4 orang dan aku sekelompok dengan Azizah, sepanjang pelajaran aku tidak fokus, aku hanya menatap Azizah yang berada di depanku. Aku merasa ada yang salah pada diriku sendiri saat memperhatikannya.
Aku menunduk. Tidak mungkin..bisik hatiku sendiri. Tidak mungkin aku bisa merasa senyaman ini padanya. Dia seharusnya menjadi seseorang yang kujauhi. Dia seharusnya menjadi seseorang yang tidak perlu ku kenal dan ku perhatikan sampai sejauh ini. Dia seharusnya menjadi salah satu orang yang kubenci. Karena aku tau dia tak mungkin ingin mengenal pria sepertiku.

*i’m fallin in love*

Waktu berlalu dengan cepat, Perasaanku padanya membuatku merasa aneh sekaligus senang. Disisi lain aku mengutuk diriku sendiri karena kebodohanku yang malah mengundangnya masuk kedalam hidupku dan mengacak-acaknya, tapi disisi lain aku bersyukur dengan keberadaannya yang membuatku merasa hidup dalam keadaan monoton klasik yang hampir membunuh jiwaku sendiri. Dia sebagai semangatku untuk menjalani hidupku.
Sekilas wanita itu sama dengan siswi lain, tapi dalam sudut pandangku terhadap wanita itu berbeda, dia seolah berada didalam hidupnya sendiri, dan wanita itu selalu menundukan pandangannya, sesuatu yang tak ku mengerti tapi ku sukai. Dan entah sejak kapan aku memutuskan untuk mengejar wanita itu. Mulai dari hari itu, aku mulai mengikutinya kemana pun dia pergi, aku hapal semua kegiatannya, istirahat pertama dia habiskan dengan pergi ke mesjid sekolah untuk menunaikan ibadah sholat Duha, lalu istirahat kedua dia kembali lagi untuk melaksanakan amal ibadah sholat Zuhur. Dia tidak pernah absen pergi ke UKS karena dia merupakan ketua dari organisasi PMR, di UKS saat tidak ada orang dia selalu melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Dia selalu puasa pada hari Senin dan Kamis dan dia selalu membantu sesama sesuai dengan kemampuannya.
Dan hari ini.
“Aku menyukaimu!” akhirnya, aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaan ku padanya. Hampir semua murid disekolah ini fokus kepadaku dan dirinya saat kami berada di tengah lapangan sekolah. Entah kenapa aku tidak bisa lagi menyimpan perasaanku dan ingin langsung mengutarakannya. Dia menggenggam tangannya gelisah dan aku hampir frustasi saat diriku lagi-lagi tidak bisa menatap matanya.
“Aku menyukaimu. Maukah kau menjadi pacarku?” Ku pertegas lagi kata itu, dia semakin menundukkan wajahnya, dan aku sadar bahwa tangannya gemetar, tanpa berfikir panjang aku langsung menarik tangannya yang gemetar itu, tapi secepat kilat pula dia melepaskan tangannya.
“Ma...afkan aku” ucapnya. Aku kaget tentu saja, semua siswa dan siswi di sekolah juga kaget dengan ucapan wanita ini, suasana pun berubah seketika. Aku mendenguskan nafasku. Lalu aku tersenyum kepadanya. “Tidak apa-apa, aku tidak akan menyerah.” Aku diam sesaat.
“Maafkan aku.” Ucap wanita itu lagi, lalu dia pergi menjauh dariku. Dan mulai saat itu aku semakin ingin mendapatkan wanita itu.
***
Wanita itu merupakan virus yang mampu merubahku, hidupku yang dulu suram kini berwarna karena kehadirannya. Aku bahkan tidak pernah bertengkar dengan murid lain, dan aku juga semakin jarang bertemu dengan teman-temanku yang brengsek. Kini aku tengah berdiri di gerbang sekolah, menunggu wanitaku, dan kegiatan ini sudah seperti kebiasaan bagiku.
“Hai!” aku menyapanya seperti biasa, tetapi dia tetap menghiraukanku. Aku langsung mengikuti langkah kakinya menuju kelas. Aku memperhatikannya dari belakang dan tersadar jika Azizah tengah membawa setumpuk buku dan aku yakin itu berat, walau Azizah tidak menunjukkan ekspresinya.
“Biar aku yang bawa!” dia menolakku saat tanganku menyentuh tangannya.
“Aku bisa membawanya sendiri” ucapnya sambil berlalu dari hadapanku. Aku selalu tidak mengerti dengan sikapnya, wanita itu selalu saja menolak semua hal yang aku tawarkan, bukan karena aku membencinya tetapi wanita itu merupakan orang pertama yang memperlakukanku seperti ini.
***
Aku menatap bangku kosong yang ada di sampingku, bangku itu milik Azizah. Pelajaran sudah dimulai dan Azizah masih belum kembali ke kelas, aku merasa khawatir. Aku menoleh kearah Kai, teaman sebangku ku, dia menyenggol lenganku.
“Kau pembawa dampak buruk bagi dirinya” aku mengernyit tidak mengerti dengan ucapannya. Kai menatapku.
“Azizah, gadis itu ramah dan baik hati. Tingkat ketulusannya pada orang lain sangat akut. Dia juga sangat polos, sikapnya yang baik dianggap menyebalkan sampai akhirnya dia ditindas oleh teman-temannya dari dulu sampai sekarang pun tidak berubah, malah bertambah parah” aku terkejut dan mengeraskan rahangku.
“Apalagi kau terang-terangan mendekati gadis itu, bayangkan saja bagaimana tersiksanya dia setiap hari harus menghadapi fans gila mu itu!” Aku merasakan darahku mendidih, bagaimana bisa aku tidak mengetahui fakta itu? Bodoh!
“Aku dengar dia ditarik paksa oleh siswi kelas 12, mungkin itu alasannya mengapa dia tidak ada disi....”
BRAK! Tanpa berpikir dua kali, aku membawa tubuhku sendiri untuk bergerak keluar kelas mencari Azizah, tidak ku pedulikan lagi tatapan kaget teman sekelasku dan juga guru yang berteriak memanggilku untuk kembali. Aku langsung berlari secepat mungkin, yang aku pikirkan saat ini adalah Azizah, Keselamatan gadis itu merupakan nyawa pertama bagiku. Aku kalut, aku sudah mencari hampir di setiap titik sekolah tapi tetap saja gadis itu tidak kutemukan. Aku berhenti saat aku melihat segerombolan wanita keluar dari toilet, aku bisa merasakan darahku berdesir dengan cepat saat mendengar mereka berbicara tentang Azizah, tanpa berfikir panjang aku langsung berlari menuju toilet wanita, aku bisa mengurus segerombolan wanita itu nanti. Saat ini keselamatan Azizah merupakan hal yang paling penting.
Dengan langkah terhuyung yang terburu-buru, aku berteriak memanggil Azizah.
“Tolo..ng aku” aku langsung berhenti saat mendengar suara Azizah, dengan cepat aku mencari sumber suara itu. Aku langsung mendobrak semua pintu yang tertutup, lalu aku menemukan pintu toilet yang terkunci.
“SIAL!! Kau menjauhlah!” seruku panik, lalu pada hitungan ketiga aku langsung mendobrak pintu itu. BRAK!! Terbuka. Aku menahan nafasku saat melihat Azizah yang basah kuyup. Aku menghampirinya dan mensejajarkan tubuhku dengannya. Dan tepat saat itulah aku bisa melihat dengan jelas wajahnya.
Pada jarak ini aku menyadari banyak hal dalam beberapa detik yang rasanya tidak terlalu singkat, aku dapat menatap mata orang yang aku cintai. Mata gadis itu berwarna cokelat, kulit wajahnya mulus tanpa cela, dan aku lemas saat tersadar bahwa wajahya  pucat pasi dan juga bibirnya hampir membiru karena kedinginan, dia terkejut lalu menundukan pandangannya dari ku.
Tanpa berkata apa-apa aku membalikan punggungku, aku berusaha membuka jaketku dan memberikannya pada Azizah. Aku terdiam. Aku tidak bisa menghiburnya pada saat ini, karena hiburan apapun tak akan membantu sama sekali. Aku masih memunggunginya.
“Menangislah...Keluarkan semuanya” dan kata itu lah yang mampu aku ucapkan. Lalu detik berikutnya aku mendengar dirinya yang menangis terisak. Tubuhku seperti dirobek paksa, dikuliti dan dirajam dalam waktu bersamaan saat mendengarnya menangis. Mataku mendadak memanas lalu cairan yang sudah kutahan dari mataku itu mengalir begitu saja tanpa bisa ku tolak.
*Kau merubahku*
Sejak saat itu hubunganku dan dirinya semakin membaik, walaupun sempat terjadi perdebatan antara aku dan dia karena aku ingin membalas perbuatan segerombolan wanita kelas 12 itu untuk dirinya tapi tentu saja dia akan menolaknya, aku mengerti sifatnya. Aku juga semakin meningkatkan perlindunganku untuknya.
Saat ini aku berada di Mesjid sekolah bersama dengan dirinya, sudah lama aku tidak menghampiri tempat ini, saat pertama kali masuk aku merasa nyaman. Aku mendengarkan semua penjelasannya tentang Islam dia juga mengajariku caranya membaca Al-Qur’an dengan sabar, tentu saja ada alasan kenapa aku melakukan ini semua. Karena awalnya aku ingin lebih dekat dengannya.
“Hei” aku memanggilnya.
“Ya?” aku bingung apakah aku harus menanyakannya atau tidak tapi aku benar-benar penasaran tentang hal ini. “Kau tahu aku selalu memperhatikanmu, kau bisa menatap mata teman perempuanmu saat kau berbicara dengan mereka, lalu kenapa dengan pria kau berbeda? Kau malah menundukkan wajahmu seperti sekarang, dan juga kau tidak pernah menyentuh pria... itu...apakah ada hubungannya dengan Islam?” tanyaku ragu.
“Ya, lelaki dan wanita tidak boleh bersentuhan selain dengan mahramnya, dan sebagai wanita aku harus menjaga pandanganku dari pria, begitu juga pria.” Refleks aku bergeser mundur sedikit dari posisi awalku, aku tidak mengerti maksud dari kata ‘mahram’ tapi aku yakin aku bukan mahramnya, aku bisa melihat Azizah tersenyum tipis. “Jangan menertawakanku!” seruku gusar.
“Tidak, aku hanya tersenyum”
“Memang benar, tapi maksudnya sama! lalu kau bilang, kau tidak boleh menyentuh pria yang bukan mahram....kenapa?”
“Supaya tidak timbul fitnah, juga untuk menjaga kehormatan lelaki dan juga perempuan!”
Aku terdiam lalu aku tersenyum. “Jadi... itu ya alasanmu selama ini” gumamku.
“Kalau kau masih ingin memperdalam ilmu Agama, kau bisa tanya pada Abi”
“Aku tidak tertarik, lebih baik mendengarkannya langsung darimu saja! Karena kita seumuran dan juga penjelasanmu lebih singkat” ujarku. Dia menutup bukunya lalu memasukannya kedalam tasnya.
“Begitu ya, kalau begitu besok kau akan ku kenalkan dengan temanku, dia paham tentang agama. Lalu dia juga lelaki” aku mengernyit lalu tersenyum.
“Baiklah, aku mengerti! Lagipula kalau sesama lelaki pasti tidak menimbulkan fitnah!”
***
Teman Azizah itu namanya Yusuf, dia cukup tampan. Awalnya aku tidak menyukainya, karena dia terlihat cuckup akrab dengan Azizah. Tapi ternyata semenjak aku mengenalnya aku bisa menyimpulkan bahwa Yusuf adalah orang yang baik. Dia sudah mengajariku banyak hal, tidak hanya agama dia juga mengajariku bagaimana meredam emosiku, mengingat diriku yang gampang terbawa emosi, sering kali aku membentaknya dan mengucapkan kata-kata kotor tak sengaja dihadapanya, namun ia hanya tersenyum menghadapiku dan ia memberitahuku bahwa cara terbaik saat aku seperti itu adalah dengan membaca istighfar mengingat Allah lalu berwudhu, dan itu selalu membantuku jika aku berada dirumah yang tidak lebih seperti neraka bagiku. Dia selalu sabar menghadapiku, dia juga mengenalkan ku kepada Ustad yang mendidiknya.
Aku tidak pungkiri bahwa aku cemburu kepadanya, karena Yusuf merupakan teman dekat Azizah, dia tampan, baik, alim, sifatnya tidak jauh berbeda dengan Azizah, terkadang aku mengakui bahwa mereka berdua itu sangat cocok, tapi aku langsung tersadar bahwa tidak boleh ada pria lain yang dapat mencintai Azizah selain diriku.
Aku sedang mendengarkan ceramah dari ustad, Yusuf tidak pernah memaksaku untuk mendengarkan ceramah ataupun menyuruhku untuk shalat, dan biasanya aku masih malas mendengarnya,  tapi hari ini hatiku tergerak untuk mendengarkan ceramah singkat.
Setengah jam aku sudah mendengarkan ceramah dari ustad, lalu tiba-tiba tubuhku menegang saat mendengarkan kata ‘kematian’ dari ceramahnya. Aku merasakan suhu disekitarku tiba-tiba menurun, aku terdiam mendengarkan kata demi kata yang diucapkannya, bersamaan dengan itu aku teringat luka hidupku yang hampir mengering kembali terbuka dan berdarah.  Aku merasakan gumpalan sesak didada, menghalangiku untuk bernapas. Aku ingat disaat aku punya fikiran untuk menghilang saja, seketika aku menyesal telah berfikirian seperti itu. Aku mendengarkan Ustad membaca Ayat  Al-Qur’an dengan suara merdu tapi langsung menembus organ terdalamku.
Aku merasakan beban berat dikedua pundakku mendorong tubuhku jatuh limbung. Yusuf yang berada disampingku langsung menahanku.Tiba-tiba kepalaku dipenuhi ribuan ingatan semasa hidupku yang berputar seperti rol film rusak. Aku ingin menjerit, mencari ketenangan jauh dari tubuhku, tetapi tidak bisa, aku merasa sesak, Aku mengais harapan kosong kedamaian disudut pikiranku, mengoyak semua batas pengharapan dan menjerit sedih setiap kali aku teringat dengan semua perbuatan yang aku lakukan semasa hidupku. Ya... Allah aku baru tersadar bahwa apa yang aku lakukan itu salah.
Aku terisak sedih, Aku sadar bahwa kini semua orang tengah mengelilingiku. Aku melihat Yusuf lalu aku menatapnya dalam. “Ajarkan aku shalat” dia diam sejenak lalu dia tersenyum.
“Alhamdulillah” hanya itu ucapannya, raut mukanya terlihat terharu senang sambil memanjatkan doa, Dia mendoakan kebahagiaanku. Aku menangis, aku tak menyangka bahwa hari seperti ini akan datang, aku tidak menyangka bahwa Allah memberiku kesempatan untuk kembali ke jalannya, kembali untuk hidup yang semestinya. Aku dapat merasakan damai menerpaku dan juga beban di kedua punggungku terasa menguap. Ya, Allah memberikan hidayah-Nya pada diriku....
Sudah seminggu sejak kejadian dimana aku di beri hidayah oleh Allah S.W.T, Azizah ikut senang saat melihat perubahanku, dia bahkan menangis saat mendengarku membaca ayat Al-Qur’an walau tidak terlalu fasih. Aku masih harus banyak belajar, walau terkadang aku tidak bisa menahan emosiku dan aku juga sering bangun kesiangan dan tidak melaksanakan ibadah shalat Subuh. Semua orang merasakan perubahanku termasuk orang tuaku. Mereka sekarang tidak lagi bertengkar dirumah walau sering terjadi adu mulut tetapi hal itu tidak se intens dulu.
“Azizah” aku memanggil azizah, dia tengah mencatat pelajaran di papan tulis. “Ya?”
“Terima kasih” aku tersenyum padanya, dia membalas senyumanku, walaupun ia sedang menunduk.

*Apakah kita harus berpisah*
-Author-
Dio kaget saat ibunya memintanya untuk pindah ke luar negeri bersama mereka, orang tua nya setuju untuk memindahkan Dio keluar negeri karena mereka ingin menyekolahkan Dio agar anak itu bisa mengejar cita-citanya, dan juga kedua orang tua mereka ingin merubah suasana, mereka ingin mempunyai kehidupan baru, dan Dio tidak menyangka bahwa kehidupan baru yang dimaksud itu adalah meninggalkan Indonesia.
Dio tidak bisa menolak, jika dia menolak maka dia akan di sebut sebagai anak durhaka, dan dia tidak ingin melakukan hal yang bertentangan dengan Islam. Tapi hal yang menganggu dirinya adalah Azizah, gadis yang telah merubah dirinya menjadi seperti sekarang dan gadis yang dia cintai.
Dio diam di kamarnya. Dia masih belum memberi tahu kabar ini kepada Azizah. Tiba-tiba ibunya masuk. Ibunya menghampiri Dio. “kau belum memberitahu Azizah?” Dio menggeleng, Dio sudah sering menceritakan tentang wanita itu kepada ibunya, dan ibunya selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Azizah karena berkatnya Dio berubah menjadi anak yang baik. “Dengar, semua ini terserah padamu, tadi aku sudah membicarakan ini dengan ayahmu” Dio kaget mendengar perkataan ibunya, Ibunya tersenyum lalu mengelus Dio lembut. “Besok kita pergi” ucapnya lalu meninggalkan Dio sendiri.
Dio mendesah, dia memutuskan untuk memberitahu Azizah. Dio bisa saja tinggal di Indonesia jika Azizah menyuruhnya untuk tidak pergi dan juga sebaliknya Dio juga akan pergi jika gadisnya menyuruhnya untuk pergi. Dio menatap Handphonenya lalu menelpon Azizah untuk bertemu malam ini.
Langit malam hari ini tidak bersahabat bintang-bintang tertutupi oleh awan tebal, suhu di sekitarnya pun menurun, tapi tidak mengurungkan niat Dio dan Azizah untuk bertemu di taman kompleks Azizah.
Dio duduk di ayunan, dia menggoyangkan ayunannya sedikit sehingga ayunan itu bergerak. Azizah juga melakukan hal yang sama. Dio menghembuskan nafasnya, dia berusaha mengatur semua perasaannya.
“Zah..” panggilnya. Azizah berhenti. Lalu dia menoleh kearah Dio sambil menundukan pandangannnya.
“Ada apa? Katanya kau ingin memberitahuku tentang sesuatu, apa itu?” Dio mengalihkan pandangannya dari kakinya lalu menoleh ke arah Azizah. Dia diam sebentar lalu mendesah sambil berdiri dari ayunannya.
“Aku pindah...” ucapnya pelan. Azizah terdiam, menunggu Dio menyelesaikan ucapannya.
“Aku akan pindah, besok.....ke USA” Dio akhirnya mengucapkan kata itu yang sedari tadi menyangkut di tenggorokkanya. Dio menunggu reaksi yang akan dikeluarkan Azizah tapi sia-sia saja karena Azizah masih diam. Gadis itu mencoba mengatur keterkejutannya.
“....” Dio diam sebentar, dia berusaha memandang wajah Azizah, tapi hasilnya nihil. Tak ada yang bisa dibaca dari raut wajah Azizah. “Aku tidak tahu sampai kapan disana, kemungkinan kami akan menetap” Dio mencoba mempertegasnya, melihat reaksi Azizah yang tak menunjukan apapun.
“Zah” ucap Dio sambil menghampiri Azizah, gadis itu mengatur nafasnya yang memburu, gadis itu bingung reaksi apa yang akan di keluarkannya. Dia ingin menanggapi berita itu tapi mulutnya bungkam dan juga suaranya tidak mampu dia keluarkan. Dadanya sesak, berita itu.... Merupakan hal terburuk yang pernah di dengarnya, terlalu cepat sehingga dia tidak bisa mengantisipasinya.
Dia tidak pernah menyangka  bahwa Dio yang dikenalnya akan pergi jauh dari hidupnya. Dia tidak pernah berfikiran bahwa Dio akan meninggalkannya suatu saat. Mendadak keheningan menyergap mereka berdua.
“Kau... apa yang harus aku lakukan?” Dio memecah keheningan, dia terlalu frustasi dengan sikap Azizah yang diam membisu. “Kenapa kau bertanya padaku?” Kalimat yang diucapkan Azizah membuat tenggorokan Dio tecekat, Dio tidak menyangka reaksi Azizah akan seperti ini, benar-benar jauh dari dugaannya. Tiba-tiba saja Dio merasakan hentakan sesak didadanya yang membuatnya jadi sulit untuk bernapas. Dio menunduk, menatap kakinya yang baik-baik saja. Kedua matanya terasa begitu panas, Dio berusaha membuka suaranya.
“Karena ini semua terserahmu” ujarnya berusaha meyakinkan Azizah.
Langit malam sekarang mulai memuntahkan air, tidak terlalu deras hanya gerimis, Azizah menggenggam tangannya. Sedangkan Dio berharap Azizah akan memberikan keputusan yang tepat. Gadis itu berdiri dari ayunanya. Dia masih menunduk tidak berani menatap Dio.
“Kau bisa menahanku, maka aku tidak akan pergi” Azizah menggigit bibir nya, pria di depannya tengah mengantungkan masa depannya pada dirinya. Hujan yang sedari tadi gerimis kini mulai deras, mengguyur bumi dengan air nya. Dio menatap ke arah langit, lalu dengan cepat menyuruh Azizah untuk berteduh di mini market yang dekat dengan taman. Azizah menolaknya halus, Dio mendesah menyerah, lalu dia membuka jaketnya dan mengenakannya pada bahu Azizah.
Azizah masih diam, dia tidak menolak jaket yang diberikan oleh Dio, saat Dio memakaikannya Azizah mendongakkan wajahnya.”Pergilah” ucapnya dengan suara yang tidak dikenalinya, Dio terdiam sesaat tangannya yang memegang jaketnya untuk diletakkan di bahu Azizah mendadak kaku, dan berhenti di udara, otanya berusaha mencerna ucapan Azizah, Dia tidak yakin dengan pendengarannya. Azizah masih menatap Dio “Pergilah” ulangnya lagi.
DEG..
Dengan cepat Dio meletakkan jaketnya di bahu Azizah dan langsung mengalihkan pandangannya ke arah Azizah, Dio kaget saat matanya bertemu dengan mata Azizah, Dia tersadar bahwa Azizah tengah memandanganya, untuk pertama kalinya Azizah memandang wajahnya dan berani menatap matanya, dia senang dengan fakta itu, dan bersamaan dengan itu juga dia merasakan hatinya sakit.
“Dio, Pergilah” Dio mencelos mendengarnya, dia tidak dapat mendengar suara lain selain suara gadis di depannya, semuanya terasa lambat. Dio berusaha mencari keraguan di mata itu saat Azizah mengucapkannya, tapi hasilnya tidak ada, Dio diam tetap menatap dalam mata Azizah, sedangkan gadis itu mati-matian menahan air matanya.
Cukup lama, gadis itu tersadar dan langsung menundukan matanya dan membalikan badannya dari hadapan Dio. Dio memandang punggung Azizah dari belakang, kemudian gadis itu melangkah kan kakinya menjauh.
Dio terpaku kaku ditempatnya berdiri, melihat Azizah yang berjalan semakin jauh, menjauhinya. Otaknya menjerit, tubuhnya meraung sedih. Dio menunduk, merasakan pusing mulai mengobrak-abrik isi kepalanya. Paru-parunya seperti dihimpit batu, Dio tidak bisa mengambil apapun sebagai napas diudara ini. Rasanya seperti kosong, tanpa udara. Telinganya berdenging, meneriakkan keputusasan harapannya yang menjauh. Dia mengharap Gadisnya akan berbalik, tetapi sia-sia, gadisnya terus melangkah dan menghilang dari pandangannya.
Sedangakan Azizah, Dio tidak tahu bahwa saat gadis itu melangkahkan kakinya pergi menjauhinya, gadis itu membiarkan air mata yang sudah ditahan-tahannya dari tadi jatuh membanjiri wajah sempurnanya, gadis itu membiarkan isakan tangisnya keluar tanpa di ketahui oleh Dio, dia berbalik sekali untuk Dio untuk terakhir kalinya, dia tak menyangka pria itu akan pergi secepat itu. pria itu tidak mengetahui apa-apa, tidak akan pernah tahu apa-apa.
                                                           
*Kau lah takdirku*
5 Tahun berikutnya..
“Ya, kita bertemu di tempat seperti biasa, wa’alaikumsalam” Dio menutup telponnya, dia tersenyum, dia sudah tidak sabar untuk bertemu Yusuf, Di USA dia memang tak pernah putus hubungan dengan Yusuf, dan dia juga selalu menanyakan keadaan gadisnya lewat Yusuf.
Dio sekarang berubah, benar-benar berubah. Lelaki itu tidak seperti dulu, dia sekarang benar-benar menemukan jalannya kembali.
“Assalammu’alaikum Dokter Dio, kau mau kemana?” Dio tersenyum saat Kai menyapanya, Dia dan Kai sekarang sudah menjadi dokter di rumah sakit yang cukup terkenal di Indonesia. Dio baru seminggu bekerja di Rumah Sakit ini, sedangkan Kai sudah 3 bulan.
“Wa’alikum salam, Jangan memanggilku seperti itu!” Ujarnya sambil tertawa. “Ayo, kita akan pergi ke restauran, Yusuf sudah menunggu” Kai mengangguk, Kai mengenal Yusuf dari Dio, dan Yusuf juga yang merubah Kai menjadi sekarang. “Baiklah, Ayo berangkat.

***

“Masalah Ta’aruf, apa kau masih bersedia melakukannya?” tanya Yusuf sambil menaruh minumannya, dia menatap Dio. Kai hanya tersenyum. “Ku rasa Dio tidak akan melakukannya, dia masih belum bisa melupakan Ri...”
“Tidak, aku bersedia” sanggah Dio cepat, membuat Kai kaget dan Yusuf tersenyum.
“Lebih baik lebih cepat, jadi aku bisa menjaga hatiku” Kai menatap Dio tidak percaya, sejak kapan sahabatnya itu bisa mengambil keputusan seperti ini, dia tahu dengan pasti bahwa Dio masih sangat mencintai Azizah. Kai menegakkan tubuhnya.
“Yusuf, apakah kau tidak bisa menikahkan Dio dengan Azizah?” Dio yang mendengar perkataan Kai hanya tersenyum. “Azizah akan menikah minggu depan Kai” Kai terkejut, dia jadi mengetahui alasan kenapa Dio sekarang mampu menerima tawaran itu. gadisnya akan menjadi milik orang, dan mungkin dio ingin melupakannya dengan menerima tawaran itu.
“Jadi, kau benar-benar bersedia? Minggu depan? Apakah kau mau menikah dengannya minggu depan?Hari yang sama dengan pernikahan Azizah.” Tanya yusuf berusaha mencari keyakinan. Dio hanya mengangguk berusaha meyakinkan dirinya bahwa keputusannya tepat, dia tidak boleh bersedih karena gadis yang dia cintai akan menikah dengan orang lain. Dia harus membuka lembaran baru.
“Namanya... apa kau ingin mengetahui namanya?” tanya Yusuf, Dio tersenyum dan menggeleng. “Nanti, saat Ijab Kabul aku pasti mengetahui nama gadis itu....”
Dio mendesah lalu tersenyum. “Kalian tahu, kenapa aku merasa sangat senang sekarang? Tiba-tiba saja hatiku merasa sangat senang mengetahui aku akan menikah minggu depan. Aku merasa Gadis yang akan ku nikahi minggu depan merupakan takdir ku. perasaan ini tiba-tiba muncul begitu saja.”
-Azizah-
Akhirnya saat itu tiba, Akad nikah dilaksanakan Dirumah ku. Aku menunggu di dalam Kamar. Teman-temanku sibuk menggodaku karena mereka semua pikir aku pasti akan menikah dengan Yusuf.
Saat pembacaan Ijab dan Kabul... aku bisa mendengar suaranya, tapi suara Yusuf sedikit berbeda, apa mungkin Yusuf gugup sehingga suaranya berbeda dari biasanya? Aku mendengar suara itu secara seksama, seketika  hatiku bergetar oleh ikrar suci tersebut, perlahan, air mataku menetes dan bertambah deras ketika saksi menyatakan bahwa pernikahan kami telah sah. Ibuku memelukku erat. Ya Allah... aku sudah menikah sekarang.
Aku diam menunduk, aku telah dimiliki oleh lelaki lain, detik itu pula bayangan wajah Dio... kembali mucul, aku menggeleng. Tidak boleh, aku tidak boleh memikirkan pria lain, dia sudah memiliki kehidupan barunya. Ibuku dan teman-temanku pergi meninggalkanku. “Suamimu akan datang” Ujar Ibuku sebelum menghilang dari pintu kamarku.
Aku berdiri dan menata hati, entah kenapa aku jadi susah bernafas. Aku semakin gugup. Tanganku dingin sekali. Tiba-Tiba pintu terbuka. Aku langsung menunduk. “Assalamu’alaikum...” Aku sedikit kaget saat mendengar suara itu secara langsung, suara ini mengingatkanku pada seseorang, “Wa’alaikum salam...” Perlahan aku mengangkat kepala menatapnya mulai dari kakinya dan berhenti di dagunya, aku tidak berani mengangkat kepalaku lagi.
Yusuf mendekatiku dan kini berdiri tepat dihadapanku, Meski sekarang aku sudah halal baginya tapi Yusuf tidak melakukan apa-apa. Dia tidak memintaku menatapnya. Dengan membaca bismillah aku mengangkat kepala, bersiap menghadapi dirinya dan.....
“K..ka..kau..” Aku menatap lelaki di hadapanku tidak percaya. “kau baik-baik saja?”
“Iya..” Aku mudur sambil mengatur nafasku yang memburu, dihadapanku kini berdiri Dio, lelaki yang selama 5 tahun ini tidak pernah aku temui, lelaki yang dulu mencintaiku dan melindungiku, lelaki yang merubah dirinya untukku.
Aku terpaku menatapnya, dan langsung menundukkan pandanganku. Dio berubah. Dia tidak lagi seperti Dio yang dulu.
“Sedang apa kau disini?” Tanyaku. Aku berusaha meredam perasaanku yang tiba-tiba muncul karenanya. Dia, bagaimana bisa dia datang tepat pada saat aku sudah menikah dengan orang lain?
“Aku kesini untuk mengucapkan selamat atas pernikahanmu” Katanya, aku bisa merasakan tangisanku hampir pecah saat dia mengatakan itu. “Kau seharusnya mengucapkan selamat juga atas pernikahanku”
Aku terdiam, aku mengambil nafas sebanyak-banyaknya . “Kapan kau menikah?”
“Hari ini” Dia menjawabnya dengan tenang.
“Hari ini juga?” tanyaku, suaraku semakin mengecil, Dio hanya mengangguk.
“Maksudmu setelah ini?”
“Tidak, Aku sudah menikah” Ujarnya, aku bisa merasakan ketulusan dari perkataannya. Dio Sudah menikah... “Maaf, aku tidak tahu. Kau tidak pernah mengabarkannya” mundurku beberapa langkah darinya untuk menghindari fitnah. Dio mengangguk. “Tidak apa-apa”
“Kalau begitu selamat atas pernikahanmu” Nada suaraku sedikit bergetar. “Dio, Kenapa kau masih disini? Seharusnya kau bersama isterimu, sebentar lagi Yusuf akan datang”  
“Azizah” Aku terdiam, dia memanggil namaku setelah 5 tahun aku tidak bertemunya, dia memanggilku tetap dengan cara yang sama. Tulus.
“Aku sudah bertemu dengan suamimu, apa kau tidak mau bertemu dengan isteriku?” Aku tersentak, dia.. apa dia benar-benar sudah melupakanku? Aku meremas tanganku. “Baiklah, aku ingin melihat isterimu.” Aku mengucapkan kata-kata itu, aku tidak percaya aku sanggup mengucapkannya.
“Kemari” Dio berjalan pelan, aku mengikutinya dari belakang, saat itu pula tangisan yang sudah kutahan itu pecah, aku mengelapnya. Azizah jangan menangis, Dio sudah memiliki orang lain dan kau juga sudah terikat dengan Yusuf. Ayolah, jangan menangis...
“Maaf, sepertinya aku tidak bisa menemui Isterimu” ucapku parau. Dia berhenti.
“Siapa bilang?” Aku semakin menangis ketika dia mengucapkan kata-kata itu, apakah dia tidak mengerti perasaanku? Ya, itu bukan salahnya karena selama ini aku tidak pernah mengungkapkan rasaku padanya, biar Allah yang mengetahui perasaanku ini.
Aku menunduk berusaha menyembunyikan tangisanku, Dio masih berdiri. Lalu dia menarik tanganku, aku berusaha melepasnya tapi cengkramannya sangat kuat. Dia memegangi kedua bahuku lalu memutar tubuhku. Kini kami berdua menghadap cermin yang memperlihatkan bayangan seluruh badan kami.
“Itu Isteriku” katanya pelan, Aku langsung mengangkat kepalaku. Kami bertatapan lewat cermin. Tangisanku berhenti seketika karena keterkejutan yang luar biasa mendengar ucapannya. Apa maksudnya? Apakah itu berarti... apakah?
“Aku suamimu.” Aku masih diam. “Yusuf, Dia menyerahkanmu padaku” Air mataku menetes lagi. sedangkan dirinya tersenyum sambil mengambil tangan kiriku, dia memasukan cincin di jari masnisku. Aku tidak bisa menahan tangisanku. Sedangkan Dio langsung memelukku.
“Menangislah.” Ujarnya pelan. Aku semakin menangis di pelukannya.

“Kalau dulu aku hanya bisa diam dan memberikan punggungku jika kau menangis itu karena aku tidak bisa menghapus air matamu. Tapi kalaupun sekarang kau menangis, aku bisa menghapus air matamu. Bahkan memelukmu. Karena aku adalah mahrammu”
Aku semakin tersedu mendengar perkataannya. “Kau tidak akan pergi lagikan?... “ Tanyaku mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Dio meregangkan pelukannya. Lalu dia mengusap pipiku yang basah dengan punggung tangannya. “Aku tidak akan  pernah pergi lagi, Kalau aku pergi, kau harus ikut denganku” ucapnya lembut.
“Jangan pergi...” Kataku serak.
“Kau tahu, dulu ketika aku menyuruhmu pergi dalam hati sesungguhnya aku tidak berharap demikian...” aku tersendat.
“Sebenarnya.... yang ingin aku katakan adalah.. ‘jangan pergi’ tapi... tapi aku tidak pantas melakukannya.. aku tidak pantas mengatakan itu kepadamu. Karena aku sadar bahwa aku.. bukan siapa-siapa bagimu..” Dio menepuk-nepuk punggungku pelan. Aku ingin menumpahkan segalanya. Aku sangat merindukannya.
“Jangan pergi...lagi”
“Aku disini, Aku ada disini...” Dia berbisik lembut, dekat sekali ditelingaku.
“Aku mencintaimu...” aku tersenyum, lalu dia mengecup keningku lembut.
-Apabila ada hari ketika air mataku tumpah, ku dapati kau selalu menyediakan punggungmu hanya untukku, kau hanya diam tanpa mengatakan apapun, perasaanku padamu hanya ku pendam di dalam sudut hatiku yang paling dalam, tanpa mau bersusah payah mengatakannya, karena aku yakin Allah yang akan menyalurkan perasaanku ini kepadamu. Perasaan itu bukan perasaan yang terbangun bergitu saja, tapi... Sesuatu yang tumbuh sedikit demi sedikit. Dan aku sadar perasaan itu adalah cinta.-
-Ya Allah... Engkau mengetahui apa saja yang aku sembunyikan maupun yang aku tunjukkan, Ya Allah engkau mengetahui bagaimana perasaanku kepada Dio sejak  aku melihatnya pertama kali di UKS sekolah, Ya Allah Aku selalu senantiasa menjaga perasaan yang kupunya agar aku tidak terjerumus ke jalan yang salah, Ya Allah terimakasih, aku bersyukur kepadamu karena akhirnya sekarang perasaanku itu sampai di tempat yang tepat, terikat oleh ikatan suci pernikahan yang indah.-

***

Dio
‘Ya Allah.. Engkau tahu aku pernah menjadi matahari yang tenggelam, yang tidak akan pernah terbit lagi, tapi kau memberikan pencerahan padaku, cahaya yang dapat membuatku bersinar kembali. Kau memberiku petunjuk lewat Yusuf, ustad, Guru dan Orang tuaku, juga gadis yang sekarang sudah menjadi mahramku.
Ya Allah tiada henti aku mengucapkan rasa syukurku atas semua rencana indahmu ini, terima kasih karena kau telah mendengarkan doaku, Subhanallah... aku bisa bersatu dengan gadis yang aku cintai berkat dirimu ya Allah, Dia satu-satunya gadis yang akan selalu menjadi fokusku.
Ya Allah, bimbinglah aku ke dalam jalanmu, aku sadar aku masih jauh dari kesempurnaanku, bimbinglah aku dalam mengarungi hidupku bersama dengan isteriku ini Ya Allah, tuntunlah aku kepada jalan kebenaranmu, agar aku dan isteriku dapat menuju Syurgamu’ 

‘Dialah Allah, Tidak ada tuhan selain diriNya, mengetahui yang Gaib dan yang nyata. Dialah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Dialah Allah, Tidak ada tuhan selain Dia, Maharaja Yang Mahasuci, Yang mahasejahtera, yang Menjaga Keamanan, Yang Maha memelihara, Yanga Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di Langit dan di bumi bertasbih kepadaNYa dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.’ QS AL-HASYR (59) 22-24


create by Ririn Eka Sari, editing by Dwi Inas Sari
terinspirasi dari novel akatsuki ,,

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 i'ts my life. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates